Grobogan Terganjal Jalan Rusak * Oleh Aria Furisan
LETAK geografis yang strategis sebenarnya sangat menguntungkan bagi Kabupaten Grobogan. Terutama mengait dengan potensi wisata di daerah ini.
Berada di jalur tengah Provinsi Jawa Tengah merupakan sesuatu yang bisa digali sebagai daerah tujuan wisata, atau setidaknya daerah transit wisata. Banyak lokasi wisata yang sebenarnya cukup menjanjikan bisa dijadikan sarana pariwisata.
Dari arah selatan (Solo, Sragen) untuk menuju wilayah Jepara, Kudus, Pati atau Demak tentu lebih mudah lewat jalur Purwodadi. Demikian pula jika dari Semarang untuk menuju Blora, Cepu atau Bojonegoro paling cepat via Grobogan.
Tak hanya itu, jika jalur pantura sedang rusak atau macet total, pengalihan jalur Semarang-Surabaya paling sering dialihkan lewat Purwodadi. Sehingga sangat ’’eman-eman’’ jika lokasi-lokasi wisata hanya dilalui begitu saja.
Terkait soal wisata, selama ini Kabupaten Grobogan seolah hanya identik dengan Api Abadi Mrapen atau Bledug Kuwu. Padahal banyak tempat lain yang potensi wisata jauh lebih menarik.
Pengembangan pariwisata ini sangat perlu, mengingat, tatkala Api Mrapen mulai kehilangan daya magnet atau Bledug Kuwu yang nyaris tak lagi ’’meledak-ledak’’ secara otomatis akan ditinggalkan wisatawan. Padahal sejumlah tempat di Kabupaten Grobogan banyak tempat yang pantas disebut sebagai tujuan wisata.
Pasalnya, kalau dihitung dengan jari sekurangnya masih ada sepuluh tempat wisata lain yang pantas dipromosikan sebagai tujuan wisata Grobogan.
Di wilayah yang dulu terkenal dengan hutan jatinya ini ada berbagai keunikan wisata, bahkan tak sekadar unik tapi komplet (kecuali wisata pantai). Di sini ada wisata alam yang sebenarnya pantas dikunjungi wisatawan luar kota.
Kemudian ada wisata religius yang ketenarannya juga tak kalah dengan Masjid Sunan Kudus, kemudian untuk wisata hasil buatan manusia seperti waduk juga banyak terdapat hampir di setiap sudut Kabupaten Grobogan ini. Sesungguhnya bila dibandingkan dengan Demak atau Kudus, Grobogan jauh lebih kaya potensi wisatanya.
Selain Api Mrapen dan Bludug sebetulnya masih ada air terjun Widuri di Desa Kemadoh Batur, Kecamatan Tawangharjo kurang lebih 19 km sebelah timur laut kota Purwodadi. Ada air terjun setinggi 40 meter, dengan deburan air yang jernih dan pemandangan hijau serta sejuknya udara menjadikan kawasan ini mempesona dan sangat indah.
Atau Cinde Laras di desa Ngrai Kecamatan Toroh, 11 km di sebelah selatan kota Purwodadi. Jalan menuju ke lokasi terdapat banyak pohon minyak kayu putih milik Perhutani. Objek wisata ini adalah objek campuran antara alam dan buatan.
Selain itu ada juga fasilitas untuk camping ground. Selain itu ada bagi yang menukai caving dan tracking ada Gua Macan yang terdapat banyak stalaktit dan stalamit di pegunungan kapur Kendeng Utara dan pegunungan Kendeng Selatan Kecamatan Grobogan.
Sementara untuk religius setidaknya ada tiga tempat yakni makam Ki Ageng Tarub teletak 10 km sebelah timur kota Purwodadi, kemudian masjid KH Burham yang didirikan tahun 1752 terletak di Jengglong Purwodadi.
Dan yang paling kesohor adalah masjid Ki Ageng Selo yang diyakini juga terdapat makam si legenda Ki Ageng Selo di lokasi sekitar masjid yang ada di desa Sela, Kecamatan Tawangharjo.
Sedang untuk objek wisata buatan manusia setidaknya ada empat yang ada di wilayah Kabupaten Grobogan, sebut saja Waduk Kedungombo di desa Rambat, Kecamatan Geyer (29 km ke arah selatan Purwodadi), Waduk Sangeh, terletak di antara Desa Grogol dan Desa Sangeh yang sering dijadikan sebagai kawasan perkemahan. Dan satu lagu waduk Klambu yang ada di desa Klambu.
Selain itu ada dua sendang yang airnya tak pernah kering bahkan diyakini bisa membuat pengunjung yang mandi atau membasuh mukanya menjadi awet muda, yakni di Sendang Coyo (Desa Mlowokarangtalun kecamatan Pulokulon) dan Sendang Penganten (desa Penganten yang menghubungkan jalur Purwodadi-Kudus).
Dengan sejumlah tempat yang pernah dikenal masyarakat sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dipromosikan. Namun alasan klasik, jalan rusak dengan akses aspal tak mulus sering dijadikan alasan untuk pengolahan tempat-tempat wisata. Padahal kata orang jawa ’’jer basuki mawa beya’’, segala sesuatu itu butuh pengorbanan.
Namun pertanyaannya, siapa yang siap berkorban? Dengan alasan tak ’’cucuk’’ (setimpal) dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki jalan akses menuju tempat-tempat itu bisa menjadi kendala untuk menjadikan Grobogan sebagai kota wisata Jawa Tengah.
Bisa belajar dari Yogyakarta, di sana akses wisata yang terhubung antarkota begitu jauh jaraknya, namun dengan kesungguhan pemerintah setempat. Tempat-tempat di DIY tetap saja menjadi tempat tujuan wisata lokal maupun mancanegara.
Atau mungkin Kabupaten Semarang, yang lokasi wisatanya tak sebanyak Grobogan, ternyata mampu mendorong wisatawan untuk datang. Kuncinya, akses jalan bagus, promosi yang kuat dan mau ’’mawa beya’’. (80)
—Aria Furisan, pemerhati masalah pariswisata, sosial dan lingkungan.
Sumber : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/08/29/78474/Grobogan-Terganjal-Jalan-Rusak
0 comments:
Posting Komentar